Arts & Culture / Portfolio / Published Articles · September 24, 2019 0

Pameran ‘Nandur Srawung #6’ Kembali Digelar di Jogja, Datang Yuk!

[Artikel yang saya tulis ini pertama kali diterbitkan pada 24 September 2019 di website BeritaBaik.id: https://beritabaik.id/read?editorialSlug=seni&slug=1569303830332-pameran-nandur-srawung-6-kembali-digelar-di-jogja-datang-yuk]

Yogyakarta – Ada kabar baik nih buat TemanBaik penyuka seni! Pameran kolektif bertajuk ‘Nandur Srawung #6’ sedang berlangsung selama 18-27 September 2019 di Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sriwedani No. 1, Ngupasan, Gondomanan, Yogyakarta. Pameran dibuka untuk umum dan tidak dipungut biaya.

BeritaBaik berkunjung pada 23 September 2019, dan saat memasuki bagian luar venue, kami sudah disambut oleh instalasi megah yang terbuat dari material seng. Setelah memasuki bagian dalam gedung, selain dimanjakan dengan berbagai macam kreativitas karya perupa lintas generasi, kami juga disambut dengan sebuah tulisan yang disusun oleh kurator-kurator yang terlibat dalam pameran ‘Nandur Srawung #6’ ini, antara lain Rain Rosidi, Sujud Dartanto, Irene Agrivine, Arsita Pinandita, dan Bayu Widodo.

Tema Nandur Srawung ke-6 kali ini menggabungkan istilah lokal dan global, yaitu ‘Gegayutan’ yang dalam bahasa Jawa berarti ‘bersama-sama’. Tema ini selaras dengan prinsip Peer to Peer, di mana pengetahuan dibagikan secara langsung dan merata dengan hak dan kewajiban yang disepakati. Konteks tema tersebut berangkat dari warisan nilai yang selama ini sesungguhnya mengakar kuat dan ada dalam masyarakat kita, yakni asas gotong royong dan saling berbagi, sebuah prinsip yang relevan dalam kerja non kompetisi.

Terdapat beberapa program dalam pameran ini, di antaranya ‘Seniman Komisi’ yang menampilkan Media Legal X Guerillas, kemudian ‘Young Rising Artist Award’ menampilkan karya perupa yang lolos seleksi berusia di bawah 35 tahun, yakni Lejar Daniartana dan Hukubun, serta program ‘Lifetime Achievement Award’ yang menampikan karya dari satu perupa legendaris, yaitu Samuel Indratma karena dedikasi sekaligus pengabdiannya terhadap dunia seni rupa dan dampaknya ke masyarakat luas.

Lalu, ada pula ‘Studio Residensi Srawung Moro & Temu’ yang melibatkan Galeri Pesantren Kaliopak, Inkubator Insiatif, Sanggar Sejati, Studio Gunung, dan Studio T40, kemudian program ‘Srawung Temu’ menampilkan karya Liz Bastard, Ruthy Lilipally, Yanuar Ikhsan Pamuji yang lolos seleksi residensi perupa domisili DIY, dan ‘Srawung Moro’ menampilkan karya Christopher Danang, Ridwan Rau-Rau yang lolos seleksi residensi inisiator domisili luar DIY. Program selanjutnya adalah ‘Pameran Bersama’ yang menampilkan karya-karya unik dan menarik dari 69 perupa atau seniman.

Para kurator mengungkapkan bahwa ‘Nandur Srawung’ terus memperluas lingkup kerja dan praktiknya, dalam hal ini memberikan fokus ke sub-sub kategori acara yang kiranya dapat merealisir spirit berbagi pengetahuan, dan pada gilirannya dapat menjadi cara untuk membangun dialog antar berbagai bentuk pengalaman masyarakat melalui beragam praktik seni di Yogyakarta, Indonesia, dan global.

Para kurator juga berpendapat bahwa masa depan kita ditentukan oleh sejauh mana kita dapat berbagi pengetahuan dalam berbagai praktik kolaborasi. Walaupun hal tersebut tidak mudah, namun mereka percaya fungsi seni dengan sifatnya yang lentur dan melampaui rigiditas struktur, dapat menghubungkan antar disiplin ilmu dan menyatukan kembali masyarakat yang terpecah-pecah oleh modernisme.

“Masa kompetisi sudah lewat. Kini, saatnya kita bersama-sama membuat wahana (platform) untuk kembali mempertemukan apa yang retak dan menjauh, tanpa menghilangkan keunikan pengalaman,” tulis para kurator dalam sebuah keterangan yang terpampang di bagian depan pameran.