[Artikel yang saya tulis ini pertama kali diterbitkan pada 22 Oktober 2019 di website BeritaBaik.id: https://beritabaik.id/read?editorialSlug=indonesia-baik&slug=1571708346714-menelusuri-dunia-komik-di-pameran-yogyakarta-komik-weeks]
Yogyakarta – Pameran ‘Yogyakarta Komik Weeks’ digelar selama tanggal 8-21 Oktober 2019 di Museum Sonobudoyo gedung Ex-Koni, Jalan Pangurakan, Ngupasan, Gondomanan, Kota Yogyakarta. Pameran ini bersifat gratis dan terbuka untuk umum. Beruntung BeritaBaik masih sempat berkunjung sebelum pameran berakhir.
Terdapat total sebanyak 60 karya yang dipamerkan dalam pameran ini, terdiri dari 30 karya komik dari pemenang Lomba Komik ‘Kukuruyug #5’ yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Mulyakarya pada tanggal 22 Agustus 2019 di Omah Petroek, Yogyakarta, dan 30 karya komikus dari dalam maupun luar Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipilih melalui sistem kurasi.
Dalam pengantar kuratorial pameran yang disusun oleh Terra Bajraghosa sebagai salah satu kurator, tertulis bahwa pada ajang pameran Yogyakarta Komik Weeks kali pertama ini, sengaja tidak dihadirkan suatu tema khusus sebagai pemantik para komikus yang terpilih untuk berkarya. Sistem kurasi justru meninjau pada upaya-upaya apa saja yang dihadirkan oleh para komikus di era disrupsi ini. Pameran ini mencoba menghadirkan komikus-komikus Indonesia dengan karya-karya komik yang beragam, dari sisi bentuk, pilihan media, hingga muatan cerita yang ditampilkan, yang masing-masing lambat laun menjadi tapak-tapak jejak karya pribadi yang khas.
Danang Catur (Mulyakarya) yang tergabung dalam tim kurator juga berpendapat bahwa pada perkembangannya, komik bukan hanya sekadar bacaan anak dan dewasa, tetapi juga merupakan produk budaya dan industri yang mencerminkan karakter suatu bangsa. Cerita komik yang dibuat dengan melibatkan karakter kelokalan suatu daerah atau bangsa seperti kondisi geografis, sejarah, dan kultur suatu masyarakat dapat menjadi pintu masuk pembaca untuk mengenal karakter bangsa tersebut.
Sebagai apresiasi terhadap bidang seni gambar sekuensial ini, dihadirkan pula karya dari Abdulsalam berjudul ‘Kisah Pendudukan Jogja’ terbitan tahun 1952 yang merupakan buku komik Indonesia pertama dan karya-karya dari Hasmi yang dikenal melalui salah satu kreasinya, ‘Gundala Putra Petir’. Mereka adalah dua tokoh penting dalam dunia perkomikan Indonesia.
Dengan diadakannya acara ini, para pembuat komik dan cerita bergambar di Yogyakarta pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, diharapkan dapat semakin tumbuh dan berkembang, serta komik dapat menjadi salah satu media yang digemari anak muda dalam merespon dan menyampaikan gagasannya dengan tutur bahasa sekaligus gambar yang penyampaiannya efektif, sehingga mudah dipahami orang banyak dan juga dapat berpartisipasi meningkatkan budaya literasi di negeri ini.
Selain pameran yang menjadi agenda utama, beberapa agenda lain juga diadakan di ajang Yogyakarta Komik Weeks ini, antara lain bazar komik, pemutaran film, diskusi, launching komik, lapakomik, akustikomik, drama komikal, dan komikostum.