[Artikel yang saya tulis ini pertama kali diterbitkan pada 20 Januari 2020 di website BeritaBaik.id: https://beritabaik.id/read?editorialSlug=seni&slug=1579512317934-uniknya-proyeksi-fotografi-multimedia-dialog-lensa]
Yogyakarta – Belum lama ini, Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) meluncurkan platform presentasi seni bidang fotografi dan multimedia bertajuk ‘Dialog Lensa’. Acara tersebut gratis dan digelar di Gedung Diponegoro, Kompleks PSBK, Dusun Kembaran, RT.004/RW.21, Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta pada Sabtu (18/1) malam.
Platform ini merupakan pengembangan dari program Public Arts Engagement di PSBK yang berkomitmen untuk menyediakan akses bagi masyarakat pada gagasan-gagasan kreatif, khususnya fotografi melalui wadah kolaborasi dan presentasi yang terbuka. Program presentasi fotografi ‘Dialog Lensa’ hadir sebagai ruang ekspresi alternatif yang memungkinkan fotografer berkolaborasi dengan musisi, editor video, dan kreator lainnya dalam sebuah proses kreatif lintas disiplin yang difasilitasi proses kuratorialnya oleh PSBK.
Lebih gampangnya, ‘Dialog Lensa’ bisa diterjemahkan sebagai pertemuan antara medium produksi dengan medium presentasi fotografi, yaitu antara lensa kamera yang menangkap cahaya serta membekukan peristiwa-peristiwa dengan lensa proyektor yang memancarkan cahaya untuk menyampaikan cerita. Melalui proyeksi layar lebar dan sistem tata suara yang baik, masyarakat umum dapat “membaca” atau menikmati karya berbasis fotografi dalam format tayangan multimedia.
‘Dialog Lensa’ yang juga merupakan pilot project ini didukung oleh tim kurator yang terdiri dari Doni Maulistya, Prasetya Yudha D.S., dan Kurnia Yaumil Fajar. Lewat pelaksanaan perdananya ini, ‘Dialog Lensa’ diharapkan dapat membuka berbagai kemungkinan kreatif bagi seniman fotografi dan multimedia untuk memberikan tawaran segar dalam mengekspresikan gagasannya.
Proses kreatif pelaksanaan perdana ‘Dialog Lensa’ ini telah berlangsung sejak 18 Desember 2019 dan berlangsung di PSBK. Beberapa karya fotografi multimedia yang telah terkurasi kemudian ditampilkan kepada pengunjung pada saat acara presentasi. ‘Room’ karya Annisa Rachmatika didapuk sebagai karya pembuka, kemudian disambung dengan ‘Standing Before A’ dan ‘The Space Project’ karya Lin Junye.
Lalu, ada ‘Merawat Lahan Puyang’ yang merupakan hasil kolaborasi dari Amalya Purnama (fotografer), Hengga Tiyasa (komposisi musik), dan Krisna E.Putranto (video editing). Setelah itu, giliran ‘Resistant’ karya Nona Yoanishara yang ditampilkan.
Sebagai penutup, pengunjung disuguhkan dengan karya terakhir berjudul ‘Serakah’ yang merupakan hasil kolaborasi antara Ulet Ifansasti (fotografer), Jenar Kidjing (komposisi & penampil musik), dan Aditya Kresna (video editing). Hamparan pemandangan sekaligus gambaran miris nan mencengangkan akan kondisi terkini tentang hutan di suatu daerah di Indonesia beserta makhluk hidup yang tinggal di dalamnya disajikan dengan sangat apik melalui ‘Serakah’. Alunan musik dari berbagai macam instrumen yang dimainkan seorang diri oleh Jenar Kidjing seiring dengan nuansa yang terasa di tiap scene pun sukses membawa pengunjung semakin mendalami dan memahami apa saja makna yang ingin disampaikan oleh karya tersebut.
Prastica Malinda, salah seorang pengunjung mengaku bahwa menyaksikan ‘Dialog Lensa’ secara langsung adalah sebuah pengalaman baru baginya. “Pengalaman baru melihat pameran fotografi dalam platform multimedia seperti ini, karena dari awal pemahamanku akan pameran ini ya seperti pameran seni rupa pada umumnya, yang biasanya karyanya di-pigura, di-layout sedemikian rupa biar menarik. Ternyata, ini malah lebih dari itu. Ini ditampilkan secara slide show. Dramanya dapet, ditambah dengan audio yang pas di setiap karya para seniman. Aku membayangkan karya-karya ini bisa masuk di pameran-pameran fotografi skala lebih besar, sih,” bebernya kepada BeritaBaik dalam sebuah wawancara singkat sesaat setelah acara berakhir.
Dari sekian banyak karya yang ditampilkan, salah satu yang paling berkesan bagi Prastica Malinda adalah ‘Serakah’ alias karya penutup. “Karya yang paling berkesan buatku yang punyanya Ulet Ifansasti, udah. Enggak tau lagi deh, kerennya minta ampun. Apalagi ketambahan mas Kidjing,” pungkasnya.
Foto: Hanni Prameswari