Arts & Culture / Music / Portfolio / Published Articles · October 22, 2019 0

Magisnya Kolaborasi Musisi Mandar & Yogyakarta di Konser Mini

[Artikel yang saya tulis ini pertama kali diterbitkan pada 22 Oktober 2019 di website BeritaBaik.id: https://beritabaik.id/read?editorialSlug=musik&slug=1571714450420-magisnya-kolaborasi-musisi-mandar-and-yogyakarta-di-konser-mini]

Yogyakarta – Salah satu program yang menjadi titik temu dari gagasan dua lembaga Cemeti Institute dan Yayasan Biennale Yogyakarta adalah program Rimpang Nusantara dan Residensi Kelana. Sepanjang tahun ini, lima seniman dari lima daerah asal Aceh, Pontianak, Palu, Mandar, dan Madura saling berjumpa dan berbagi ruang pemikiran bersama melalui serangkaian workshop, residensi, dan program-program lain.

Para seniman tersebut kemudian bertemu dengan seniman lain dari Yogyakarta dan negara-negara lain di Asia Tenggara untuk bersama-sama melintasi dan menilik ulang pengetahuan-pengetahuan tentang khatulistiwa. Mereka tinggal bersama komunitas setempat, berpindah dari satu kota ke kota lain, dari rumah satu ke rumah lain, dan menggali narasi yang menarik bagi praktik mereka.

Salah satu agenda menarik dan sayang untuk dilewatkan dari program ‘Rimpang Nusantara X Residensi Kelana’ tersebut adalah sebuah pertunjukan konser mini bertajuk ‘Pekerti Padi’. Konser ini diselenggarakan pada hari Senin (21/10/19) di Cemeti Institute for Art and Society, Jalan D.I Panjaitan No. 41, Mantrijeron, Yogyakarta.

Pertunjukan tersebut memadukan dan menampilkan hasil kolaborasi musik antara Tajriani Thalib yang berasal dari Mandar, Sulawesi Barat dengan Purwanto dan Silir Pujiwati yang berasal dari Yogyakarta.

Konser mini ‘Pekerti Padi’ dimulai sekitar pukul 8 malam. Di awal pertunjukan, Tajriani memainkan alat musik kecapi Mandar seorang diri. Ia mengenakan pakaian adat Mandar dengan atasan berwarna hitam dan bawahan sarung tenun berwarna merah. Hiasan yang terbilang tidak terlalu mencolok juga tersemat di rambutnya, membuatnya terlihat semakin anggun. 

Lagu pertama yang ia bawakan merupakan sebuah lagu pengantar tidur dari Mandar. Setelah repertoire pertama selesai dibawakan, Purwanto dan Silir Pujiwati mulai menemani Tajriani di atas panggung.

Tajriani sempat menyapa para penonton di sela-sela pertunjukan. “Aku akan membawakan 3 lagu. Yang pertama itu tadi, kemudian yang kedua itu judulnya ‘Pekerti Padi’,” tuturnya.

Memasuki lagu kedua, barulah penonton dapat menyaksikan suguhan lengkap kolaborasi musik etnik dari para musisi lintas daerah tersebut.

Tajriani sendiri adalah satu dari tiga seniman yang mengikuti program Residensi Kelana Sungai dan Rimpang Nusantara di daerah Kalimantan Barat. Selama proses residensinya, Tajriani melakukan penelitian mengenai kisah dewi padi di dalam sistem kepercayaan masyarakat Dayak. 

Kisah serupa dapat kita temukan di berbagai tempat di Nusantara, termasuk di wilayah Mandar, dan setiap wilayah mempunyai jenis cerita atau langgam tuturan yang berbeda-beda.

Tajriani mengisahkan ulang cerita tentang dewi padi dalam bentuk nyanyian, mengombinasikannya dengan langgam tuturan ala Mandar: toloq. Toloq, di dalam masyarakat Mandar, adalah seni tutur untuk menceritakan sebuah kisah.

Prinsip dari toloq Mandar kemudian dia gunakan untuk menceritakan kembali kisah asal-muasal padi menurut masyarakat Dayak. Kisah itulah yang menjadi inspirasi dalam ‘Pekerti Padi’, judul lagu kedua yang dimainkan sekaligus dijadikan sebuah tajuk untuk konser mini semalam.

Sebelum lagu ketiga dibawakan, Silir pun sedikit berceloteh kepada para penonton. “Untuk yang ketiga ini, ini adalah kita berproses bareng selama di sini, bikin baru. Antarane Mandar karo Jowo digabungke dadi siji, tapi yo tetep rosone yo gathuk loh, (Antara Mandar sama Jawa digabungin jadi satu, tapi ya tetep rasanya ya bisa bersatu loh)” paparnya sambil tertawa.

Repertoire ketiga yang juga didapuk sebagai lagu pamungkas mereka tersebut berjudul ‘Ayangan Katresnan’. Kata ‘ayangan’ dalam bahasa Mandar berarti tembang alias lagu, sedangkan ‘katresnan’ dalam bahasa Jawa berarti kecintaan.

“Jadi, tembang katresnan tentang kepada sesama, kepada alam, kepada Tuhannya bahwa kita menyampaikannya dengan musik,” pungkas Silir.

Tak terasa ketiga repertoire pun telah selesai mereka bawakan. Kesan epik sekaligus magis sangat terasa sejak awal hingga pertunjukan berakhir dan riuh tepuk tangan penonton semalam pun semakin mengamininya.