Menyelami Hubungan antara Sampul Buku dengan Ilustratornya

[Artikel yang saya tulis ini pertama kali diterbitkan pada 25 Agustus 2019 di website BeritaBaik.id: https://beritabaik.id/read?editorialSlug=seni&slug=1567054119712-menyelami-hubungan-antara-sampul-buku-dengan-ilustratornya]

Yogyakarta – Belum lama ini, digelar sebuah diskusi bertema ‘Buku dan Seni Rupa’ yang diadakan di Jogja. Beberapa narasumber perupa dihadirkan dalam diskusi tersebut, di antaranya Ong Hari Wahyu, Samuel Indratma, Jumaldi Alfi, dan Ugo Untoro.

Diskusi yang dipandu oleh dua sosok penting dunia penerbitan di Yogyakarta, Buldanul Khuri (Bentang) dan Dodo Hartoko (Buku Baik) ini membahas tentang hubungan sampul sebuah buku dengan ilustrator atau seniman di baliknya. 

Rupanya ilustrasi cover atau sampul buku ternyata sempat menjadi titik terang bagi para perupa atau seniman ketika Jogja masih belum banyak mempunyai tempat untuk memamerkan karya perupa dan para kolektor. Berkat hal tersebut, seorang seniman tetap dapat menunjukkan eksistensi karyanya ke khalayak luas dengan cara memvisualkan sebuah buku yang disusun oleh seorang penulis.

Di balik ilustrasi sebuah cover buku yang dibuat oleh seniman, terkadang ada kisah-kisah unik dan menarik yang mewarnai proses pembuatannya. Salah satunya pengalaman yang dialami oleh seniman Ong Hari Wahyu dalam memvisualkan novel Pramoedya Ananta Toer, ‘Arok Dedes’ edisi pertama.

Ong sempat bercerita bahwa pengalaman tersebut merupakan salah satu hasil kesalahannya. Akibat tak sempat membaca novel karya Pram, ia pun keliru dalam memvisualkan sosok Ken Arok, karena hanya berbekal sejarah yang diajarkan sewaktu ia duduk di bangku sekolah dasar. Sosok Ken Arok diilustrasikan oleh Ong dengan memakai keris, padahal dalam novel tersebut tak ada hal semacam itu.

“Saya memang bukan pembaca yang baik, jarang baca. Karena dulu situasinya di rumah saya itu hampir tiap menjadi tempat para penerbit berkumpul, jadi saya cuma mendengar buku dari obrolan, cuma diceritain saja oleh mereka. Saya juga tidak ingin terikat dengan isi. Jadi, saya punya hak untuk menginterpretasi dari judul saja, nek covere karo isine ora podho yo rapopo, seniman punya kebebasan,” dalih Ong sambil tertawa.

Ong juga menggambarkan kendala-kendala yang rentan dialami oleh seorang seniman dalam proses pembuatan ilustrasi sampul buku, sehingga dapat mengakibatkan keterlambatan melewati batas waktu atau deadline, contohnya seperti mati listrik, komputer rusak dan sebagainya.

Sementara itu, perupa sekaligus penulis Ugo Untoro juga menceritakan mengenai pengalamannya bersinggungan dengan ilustrasi sampul buku. “Kalau bikin sampul buku, saya juga belum ada 10 ya, dibandingkan dengan beliau-beliau yang lain. Itu juga kebanyakan dari lukisan yang udah jadi, terus difoto dan dipindah ke buku,” tutur Ugo.

“Saya kira dari sampul-sampul buku yang dikerjakan perupa, sedikit banyak kita bisa mempelajari, mengupas atau menggali bagaimana situasi seni rupa pada tahun-tahun itu. Saya pikir keterkaitan antara perupa dengan penerbit atau penulis sangatlah dekat, sangat memberi warna,” imbuhnya.

Ugo lalu menunjukkan beberapa koleksi buku-buku yang ia sukai karena sampulnya, seperti serial cerita silat kolosal ‘Saur Sepuh’, ‘Ko Ping Ho’ danNagasasra Sabuk Inten’ yang ia baca sewaktu duduk di bangku sekolah dasar. Ugo menerangkan bagaimana setiap illustrator memiliki ciri khas pada cover-cover buku tersebut.

“Ciri khas mereka kelihatan sekali dengan kekuatan garisnya. Mereka tidak pernah membuat buku dengan cara teknik pewarnaan ngeblok, pasti dengan garis, mungkin dengan bolpoin atau tinta,” paparnya. 

Lebih lanjut, Ugo juga memberikan pendapatnya tentang situasi dan kondisi pembuatan sampul buku di era serba digital seperti saat ini. “Kalo sekarang, perkembangan teknologi yang bisa bikin cover dengan sangat bagus dan perfect itu ya oke-oke aja. Tapi, bisa jadi juga ada kehilangan ciri khas, mungkin bisa terjadi situasi di mana sebuah buku hampir sama semua. Sebenarnya, kita juga pasti merindukan kekeliruan-kekeliruan atau keluputan, seperti kita tidak membaca teksnya tapi tiba-tiba membuat gambar. Saya pikir itu masih sangat penting.“

Keterlibatan seniman atau perupa dalam sampul buku juga tak dapat kita anggap remeh, karena terkadang hal tersebut dapat berperan besar dalam keberhasilan penjualan sebuah buku. 

“Penulis sama covernya mungkin bisa lebih populer si pembuat covernya, loh. Buku itu bisa laku karena covernya,” ujar Ong menanggapinya.