Arts & Culture / Music / Portfolio / Published Articles · October 21, 2019 0

Voice of Baceprot Panaskan Pembukaan Biennale Jogja XV Equator #5

[Artikel yang saya tulis ini pertama kali diterbitkan pada 21 Oktober 2019 di website BeritaBaik.id: https://beritabaik.id/read?editorialSlug=seni&slug=1571619860331-voice-of-baceprot-panaskan-pembukaan-biennale-jogja-xv-equator-5]

Yogyakarta – Pameran Biennale Jogja kembali digelar tahun ini. Rangkaian Pameran Biennale Jogja XV Equator #5 akan diselenggarakan sepanjang tanggal 20 Oktober – 30 November 2019 pada pukul 10.00 – 21.00 WIB, gratis dan terbuka untuk umum, serta bertempat di 5 lokasi yang berbeda, yakni Jogja National Museum, Taman Budaya Yogyakarta, Gedung PKKH UGM, Jalan Ketandan Kulon 17, dan Kampung Jogoyudan.

Terdapat sebanyak 52 seniman dan kelompok dari berbagai wilayah dan kota dari seluruh Asia Tenggara yang terlibat dalam pameran tahun ini. Tajuk ‘Do We Live in The Same Playground?’ dipilih untuk merangkum pembacaan Yayasan Biennale Yogyakarta (YBY) dan seniman-seniman yang terlibat di dalam perhelatan Biennale Jogja Equator #5 atas segelintir persoalan “pinggiran” yang berlangsung di kawasan Asia Tenggara, terutama yang beririsan dengan masalah identitas (gender, ras, dan agama), narasi kecil, konflik soial-politik, perburuhan, lingkungan, atau yang lebih spesifik, praktik kesenian.

Pameran utama Biennale Jogja XV Equator #5 resmi dibuka pada hari Minggu (20/10/19) di Jogja National Museum oleh Alia Swastika selaku Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta, bersama para kurator, di antaranya Akiq AW, Arham Rahman, dan Penwadee Nophaket Manont.

Di malam puncak pembukaan Biennale Jogja XV Equator #5 2019, salah satu penampil utama yang dihadirkan untuk memeriahkan acara yaitu Voice of Baceprot (VOB). Band yang beranggotakan tiga mojang asal Garut, Jawa Barat ini terdiri dari Firda Kurnia (vokal/gitar), Euis Siti Aisyah (drums), dan Widi Rahmawati (bass).

VOB dianggap merepresentasikan tema pinggiran yang diangkat oleh Biennale Jogja. Walau mereka adalah sekelompok remaja perempuan lulusan Madrasah Tsanawiyah Al-Baqiyatussolihat yang dikenal beridentitas menggunakan hijab, tetapi mereka berani memainkan musik heavy metal. Mereka juga dianggap menjadi simbol resistensi melawan kaum Muslim konservatif di kotanya.

Dalam bahasa Sunda, “baceprot” berarti berisik. Selain melalui tampilan, mereka juga berusaha mengubah stigma buruk dari musik metal dengan mengusung tema ‘The Other Side of Mentalism’. Lirik yang diusung dalam setiap lagu mereka bisa jadi patokannya.

Selama VOB tampil, para penonton terlihat berdesakan memenuhi area depan panggung dan sangat antusias mengapreasiasi aksi panggung mereka dengan berloncatan ke sana kemari sambil bernyanyi bersama. VOB sukses menggebrak panggung di malam pembukaan Biennale Jogja XV Equator #5 2019 dengan membawakan sekitar 10 lagu. Beberapa lagu yang mereka bawakan adalah ‘Tuman’, ‘PMS’, ‘The Other Side’, ‘School Revolution’, ‘Rumah Tanah Tidak Dijual’, dan masih banyak lagi.

“Hari ini bangga aja, terus enggak nyangka penontonnya bisa se-exciteditu,” komentar VOB saat ditanya oleh kedua MC, Alit JabangBayi dan Gundhissos tentang bagaimana kesan mereka setelah tampil jadi salah satu pembuka acara untuk Biennale Jogja XV Equator #5 2019. VOB juga mengungkapkan keinginan mereka untuk bisa main di Jogja lagi. Selain itu, mereka juga mempunyai target ingin manggung di festival Hammersonic, salah satu festival metal terbesar di Indonesia, serta bisa tampil ke daerah Indonesia yang lain dan ke luar negeri.

Selain VOB, beberapa penampil lainnya yang ikut unjuk gigi di hari pembukaan Biennale Jogja yaitu group Amuba, Pisitakun Kuntalaeng, Raja Kirik (Yennu Ariendra & “Mo’ong” Santoso Pribadi), Icipili Mitirimin, dan The Beast Kids.

Foto: Hanni Prameswari